Amandemen UUD 1945 Dilakukan 4 Kali
UUD 1945 tidak mengalami perubahan apa pun sejak diresmikan pada 1945 hingga selesainya pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto pada 1998. Memasuki era reformasi, barulah dilakukan amandemen terhadap UUD 1945.
Secara berturut-turut, Amandemen UUD 1945 dilakukan sebanyak 4 kali dalam sidang-sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yakni mulai tahun 1999, 2000, 2001, hingga 2002.
Dikutip dari Makna Undang-Undang Dasar (2018) yang ditulis Nanik Pudjowati, isi UUD 1945 setelah amandemen dibagi ke dalam dua kategori yakni: (1) Pembukaan; dan (2) Batang Tubuh yang berisi 16 bab, 37 pasal, 195 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan tambahan.
Ke-4 tahapan Amandemen UUD 1945 tersebut, dinukil dari Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945? (2019) karya Taufiequrachman Ruki dan kawan-kawan, adalah sebagai berikut:
Amandemen terhadap Pasal 30 UUD 1945 terjadi pada tahap kedua yang menghasilkan penambahan ayat, dari yang semula berjumlah 2 ayat sebelum amandemen, menjadi 5 ayat setelah amandemen.
Selain itu, dilakukan juga perubahan atau penambahan nama bab, dari yang awalnya tersemat BAB XII tentang Pertahanan Negara sebelum amandemen, menjadi BAB XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara.
Pasal 30 Ayat 2 UUD 1945 Lengkap dengan Makna dan ...
Hak dan kewajiban tiap-tiap warga negara tersebut diatur dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan ayat (2)?...
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Secara garis besar, pasal 30 ayat (2) UUD 1945 menjelaskan bahwa pertahanan dan keamanan negara dijalankan menggunakan SISHANKAMRATA.
Penerapan Pasal 27 Ayat 3 UUD 1945
Pasal 27 ayat 3 mengatur tentang hak dan kewajiban warga negara dalam upaya pembelaan negara. Melansir laman Kementerian Pertahanan RI, Rabu (16/3/2022), pasal tersebut mengandung dua makna.
Pertama, setiap warga negara berhak sekaligus wajib dalam menentukan kebijakan-kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga yang mewakilinya sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.
Kedua, setiap warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara. Hal ini sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.
Wujud usaha bela negara sendiri diselenggarakan melalui Pendidikan Kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara sukarela dan wajib. Pengabdian sesuai profesi ini diatur dalam UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Selain sebagai kewajiban dasar manusia, upaya bela negara sebagaimana diamanatkan dalam pasal 27 ayat 3 ini juga menjadi kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban kepada bangsa dan negara.
Negara tak punya arah, dalam mengambil kebijakan yang sehat. Negara yang baik selalu memerlukan pedoman dan patokan yang jelas. Indonesia memiliki landasan dalam melaksanakan nilai-nilai, yaitu UUD 1945, yang memiliki nilai sakral dan kuat. Orientasi terakhir upaya negara dalam melaksanakan lajur jalan pemerintahan atau setiap mengambil kebijakan harus menciptakan kebahagian bagi rakyatnya. Hal itu tentu saja harus berangkat dari UUD 1945 yang sudah diimani bersama-sama secara khidmat.
Namun anehnya, rezim pemerintahan saat ini dan sebelumnya acapkali mengabaikan akan adanya UUD 1945, sehingga negara keluar dari koridor yang semestinya, kekuasaan menindas bagi rakyat kecil yang tak berdaya, pengambilan keputusan yang gegabah, kebijakan terus-menerus mengeksploitasi rakyat, pembagian atau alokasi yang ugal-ugalan.
Persoalan agraria yang tak pernah selesai
Akhir-akhir ini banyak kita dapati serentetan peristiwa yang mengindikasikan negara mulai bapuk dalam mengurus hajat banyak rakyatnya. salah satu yang perlu kiranya kami sorot lebih detail dalam hal ini ialah mengenai konflik agraria. Betapa tidak, apa yang terjadi di Kendeng, Rempang, Wadas, hingga pembangunan IKN merupakan serentetan bentuk ketidakseriusan negara dalam menjalankan UUD 1945. Rata-rata letusan konflik agraria disebabkan oleh pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN). Belum lama ini juga masih terdengar ramai pembicaraan tentang hutan Papua yang hendak dijadikan lahan perkebunan sawit.
Sederet peristiwa tersebut merupakan sebuah bentuk penindasan negara terhadap masyarakat yang berada di kawasan tersebut, upaya dilakukan oleh negara dengan menjadikan daerah pegunungan sebagai lahan pertambangan, investasi asing yang tak terkendali, deforestasi secara ugal-ugalan dan eksploitasi sumber daya alam. Hal tersebut yang mau tidak mau berdampak pada krisis iklim dan ketidakseimbangan ekologi.
Jika ditarik lebih jauh, letusan konflik agraria tersebut disebabkan oleh ulah pemangku kepentingan. Rezim saat ini membangun proyek strategis di tanah-tanah sudah bagaikan kolonialis. Semua dibangun hanya untuk cukong, sedangkan penduduk asli terasing, terpinggirkan. Sungguh miris hidup di negara yang kekayaan alamnya tak ternilai, masyarakat pribumi justru tersiksa di negara sendiri.
Suara rakyat hanya sebatas angin
Mempertahankan suatu wilayah yang dihuni oleh masyarakat sejak nenek moyang sampai sekarang adalah hal yang sangat sakral. Tak cukup itu, mempertahankan wilayah tersebut juga merupakan hidup dan mati bagi sebagian masyarakat. Apalagi wilayah tersebut menjadi tempat penghidupan bagi masyarakat. Tapi tidak dengan pemerintah, mereka rakus merebut tanah-tanah yang selama ini menjadi tempat masyarakat hidup.
Akusisi tanah tersebut dilakukan secara paksa dengan menurunkan aparat TNI atau Polri sehingga berujung dengan kriminalisasi, dianiaya, tertembak dan tewas. Berbagai bentuk perlawanan yang dilakukan oleh warga seperti mengecor kaki di istana negara, suku Awyu Papua mendatangi gedung Mahkamah Agung. Semua dilakukan demi mendapatkan hak hidup dan hak alam. Akan tetapi suara tersebut tidak didengar padahal suara rakyat adalah suara tuhan (vox populi vox dei).
Dengan seperti itu kita tidak bisa mengabaikan kasus konflik agraria yang tidak tersorot oleh publik. Marianne mengatakan, bahwa konflik agraria masih banyak yang tidak terdokumentasikan atau dilaporkan sehingga datanya lebih bersifat tidak sesuai dengan kenyataan. Ini menunjukan bahwa undang-undang tidak serius dijalankan oleh pengampu jabatan.
Bayangkan, betapa negara ini bapuk mengurusi hukum dengan lapuk. Dosa yang mereka lakukan pun berlipat ganda. Dosa vertikal dan horizontal. Dosa yang profan dan sakral. Sungguh, tak sedikitpun kita lihat sikap altruisme dari mereka yang hari ini kita sebut pemerintah.
Hukum untuk penguasa dan pemodal
Adanya UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) tak menghalangi upaya pemerintah untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan hasilnya masuk dalam saku pribadi orang-orang yang berkepentingan. Padahal bunyi UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”
Nyatanya bunyi UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) menjadi sebuah pertanyaan, apakah semua tanah milik negara? Menguasai seperti apa? Kemakmuran rakyat yang bagaimana?
Pasal ini mengandung dua hal yang esensial. Pertama, memberikan sebuah hak bernama hak menguasai. Kedua, hak menguasai negara harus diberikan kepada rakyat demi kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya.
Sering digaungkan di dunia digital, dunia perkuliahan, bahkan obrolan di warung kopi pun tidak asing mendengar bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Negara hukum seperti apa? Banyaknya tumpukan berkas Undang-undang menjadi tak bernilai ketika dihadapkan oleh penguasa dan pemodal. Terlebih lagi dalam letusan konflik agraria yang landasan utamanya ialah UUD 1945 Pasal 33 ayat (3). Seakan-akan pasal tersebut mulai rapuh tidak memiliki daya untuk bertahan dalam waktu lama, tinggal menunggu waktu hancurnya saja. Meledak, dan lihatlah kiamatnya.
Seharusnya, negara sebagai pengelola hak menguasai, bukan pemilik yang sewenang-wenang menggunakan tanah secara arogan. Pembangunan proyek strategis tanpa mempetimbangkan dampak lingkungan, membagi-bagi tanah kepada pihak asing dan investor. Akibatnya rakyat mengalami penderitaan seperti hilangnya lahan pertanian, kualitas air semakin memburuk, penggusuran, serta eksploitasi kekayaan alam..
Prinsip “equality before the law” menjadikan tugas hukum untuk membangun kesetaraan. Maka dalam hal ini upaya seharusnya dilakukan oleh pemerintah mengutamakan dialog dan mencapai kesepakatan dengan warga yang terlibat dengan konflik agraria. Dengan begitu, kewajiban negara memenuhi hak konstitusional warga negara untuk hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan yang layak dan sehat. (*)
(*) Anas Sholihuddin adalah mahasiswa angkatan 2022 pada Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah IAIN Kediri.
Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Indonesia has guaranteed legal protection for every community, such legal protection can be seen through the guarantees contained in Article 28, 28E paragraphs (2 and 3) of the 1945 Constitution which states that the protection for the promotion, enforcement and fulfillment of human rights includes freedom of opinion and expression. expression. Based on these provisions, it is clear that the State has provided protection and recognition of the rights possessed by the community, which should also be owned by the punk community in Indonesia. This writing is motivated by the existence of problems, namely, how to apply Article 28E paragraph (3) of the 1945 Constitution to the right to freedom of expression for the punk community related to human rights in Malang City, and how the community responds to the punk community in showing the form of freedom of expression. The type of research used in this paper is empirical juridical research. While the type of approach used by the author in this study is a sociological juridical approach.
Keywords: Expression, Punk, Protection.
Indonesia telah menjamin adanya perlindungan hukum terhadap setiap masyarakat, perlindungan hukum tersebut terlihat melalui jaminan yang terdapat dalam Pasal 28, 28E ayat (2 dan 3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa perlindungan pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia termasuk di dalamnya kebebasan berpendapat dan berekspresi. Berdasarkan ketentuan tersebut sudah jelas bahwa Negara telah memberikan perlindungan serta pengakuan terhadap hak yang dimiliki oleh masyarakat, dimana hal itu juga sepatutnya juga dimiliki oleh komunitas punk yang ada di Indonesia. Penulisan ini dilatar belakangi dengana danya permasalahan yaitu, bagaimana penerapan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 terhadap hak kebebasan berekspresi bagi komunitas punk yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia di Kota Malang, dan bagaimana respon masyarakat terhadap komunitas punk dalam menunjukkan bentuk kebebasan berekspresi. Jenis peneltian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis empiris. Sedangkan jenis pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis.
Kata Kunci: Ekspresi, Punk, Perlindungan.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-UndangNomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Abid Zamzami, (Januari 2018), Keadilan di Jalan Raya, Jurnal Yurispruden, Vol. 1 No.1.
Mata najwa, mei 2017, lirik pembelaan. Diakses pada juni 28, 2021. Dari Metro tv news:https://youtu.be/i_rpYQlvj4M
Umar Said Sugiharto, 2017, Pengantar Hukum Indonesia, Ed. 1. Cet. 5, Jakarta: Sinar Grafika.
Djaali, Pudji Muljono, M. Said Saile, Ramly, 2003, Hak Asasi Manusia (Suatu tinjauan Teoritis dan Aplikasi) Cet. 1, Jakarta: CV. Restu Agung
tirto.id - Isi Pasal 30 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengatur tentang Pertahanan Negara dan Keamanan yang termasuk dalam Bab XII. Bunyi Pasal 30 ini mengalami penambahan ayat sebelum dan setelah dilakukannya Amandemen UUD 1945, juga terjadi sedikit perubahan nama bab.
UUD 1945 yang disahkan dalam sidang pertama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945 menjadi konstitusi negara Republik Indonesia yang saat itu baru saja merdeka. Rumusan awal UUD 1945 terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab berisi 37 pasal, Aturan Peralihan, dan Aturan Umum), serta Penjelasan.
Menurut A.M. Fatwa dalam buku berjudul Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945 (2009), ditetapkannya UUD 1945 sebagai konstitusi negara menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara yang menganut konstitusionalisme, konsep negara hukum, dan prinsip demokrasi.
Selain itu, UUD 1945 tidak hanya berupa dokumen hukum sebagai hukum dasar, tetapi juga mengandung aspek-aspek lain, seperti pandangan hidup, cita-cita, dan falsafah yang merupakan nilai-nilai luhur bangsa dan menjadi landasan dalam penyelenggaraan negara.
Bunyi Pasal 27 Ayat 3 UUD 1945
Pasal 27 ayat 3 UUD 1945 berbunyi, "Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara."
PENJELASAN ATAS UNDANG
Ini sesuai dengan Pasal 30 Ayat 2 yang berbunyi, “Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan?...
Isi Pasal 30 UUD 1945 Sebelum Amandemen
BAB XII PERTAHANAN NEGARA
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.
(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
Isi Pasal 30 1945 Setelah Amandemen
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia.
tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Iswara N RadityaEditor: Addi M Idhom
Isi Pasal 30 Ayat 2 UUD 1945 dan Maknanya tentang ...
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan?...